Makalah I Rene Descartes; Pemimpi yang Menjadi Bapak Filsafat Modern dan Bapak Matematika Modern.

blogger templates


Makalah I
Rene Descartes; Pemimpi yang  Menjadi Bapak Filsafat Modern dan Bapak Matematika Modern.

Orang-orang bermaksud memberikan petuah harus menganggap diri lebih pintar dari pada yang mereka nasehati; dan, jika berbuat keliru sekecil apapun, mereka patut dipersalahkan—Rene Descartes

Dengan belajar saya tidak mendapat manfaat lain selain kesadaran yang semakin tajam bahwa saya tidak tahu apa-apa—Rene Descartes

Tidak menuntut ilmu selain yang bisa saya dapat dari dalam diri saya sendiri atau dari buku besar alam raya—Rene Descartes

Seringkali karya yang dikerjakan oleh satu orang lebih sempurna dari pada yang dibentuk dari potongan-potongan yang dibuat oleh tangan beberapa pakar—Rene Descartes

A.   Riwayat hidup dan karyanya
Rane Descartes lahir  31 maret 1596 di sebuah kota kecil Touraine bernama La Haye (biasa di panggil La Haye–Descartes atau Descartes saja). Ketika  berusia kira-kira sepuluh tahun dikirim  ayahnya  ke College Henri IV di La Flece—sekolah baru yang segera menjadi simbol pendidikan Jesuit sekaligus menjadi pusat akademik pelatihan terkemuka di Eropa.  Descartes kemudian meninggalkan La Fleche  tahun 1614 untuk mempelajari hukum sipil dan perundangan di Poitiers dan tahun 1616  memperoleh gelar sarjana muda dan ijazah dalam bidang hukum. Pada tahun 1618 Descartes bergabung dengan pasukan pangeran Maurice dari Nassau sebagai sukarelawan.
Kagum dengan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang didalamnya ditemukan kepastian, keharusan dan ketepatan ia bermaksud menciptakan suatu dasar pengetahuan sehingga semua pengetahuan punya keutuhan dan kepastian yang sama seperti matematika. Descartes kemudian menemukan metode untuk menempatkan semua ilmu dan pengetahuan di atas suatu pijakan yang kokoh. Metode ini memperjelas bagaimana membangun pengetahuan baru dan semua pengetahuan yang telah ada menjadi pasti dan menyatu. 
Pada tahun 1628, dengan dorongan Cardinal de Berulle, Descartes menyusun rules for the direction of the mind dan  risalah singkat perihal metafisika. Masa awal 1630-an dipenuhi dengan persoalan-persoalan ilmiah Descartes tiba tiba mengubah  rencana publikasinya setelah mengetahui pemeriksaan pengadilan Galileo di Roma dengan alasan; filsafat tidak boleh menjadi korban untuk kedua kalinnya, sebagaimana terjadi pada Aristoteles beberapa abab sebelumnya lalu menangguhkan risalah ilmiahnya, the world or treatise on light.  Pada tahun 1649, Ratu Christina dari swedia meyakinkan Descartes untuk datang ke Stockholm mengajarinya filsafat.  Di tengah iklim swedia Descartes terserang pneumonia pada awal februari di tahun 1650 setelah lebih dari seminggu menderita  ia meninggal tanggal 11 Pebruari 1650.

B. Cogito Ergo Sum
Mimpi. langsung atau tidak—artinya sengaja dikait-kaitkan – dengan realitas di luar tidur itu sebagai wangsit atau ilham. Konon, filsafat modern sebuah sistem besar pemikiran  di mulai dari mimpi. Ini tidak mengherankan sebab Rene Descartes  sebagai bapak filsafat modern (selain sebagai pemikir besar) dikenal luas sebagai si penidur yang tangguh.  Hidup baginya adalah rentetan panjang pergumulan terus dan terus: dunia di anggapnya sebagai tempat segala hal memang tersedia kalau kita tidak kehilangan membaca. Menurut pengakuannya, hari itu—10 Nopember 1619—ia bermimpi tiga kali berturut-turut dan bersambungan.  Padahal biasanya ia hanya bermimpi bisa memahami semesta. Pertama, ia bermimpi dihantam angin puting beliung hingga terhempas keluar dari gereja dan persis jatuh di tengah-tengah sekumpulan orang yang anehnya sama sekali tidak tergerak oleh badai tersebut. Mimpi kedua, ia melihat gelegar halilintar menyambarkan lidah apinya diruangan tempat ia berada. Meskipun ia sempat terbangun, kantuk terus menelikungnya ditempat tidur sampai ia bermimpi untuk ketiga kalinya. Mimpi  ketiga, ia mendapatkan dirinya tengah menggamit setumpukan kertas yang salah satunya memuat sebuah puisi yang bermula dengan kalimat “Quad vitae sektabor iter? hidup apa yang kau ikuti?”  Terpaan badai, kata Descartes. satu kekuatan maha  dahsyat jauh melampaui kesanggupannya  untuk melawan,  satu-satunya jalan keluar adalah secepat mungkin memutuskan pilihan tentang jalan hidup yang akan ditempuhnya. Sambaran halilintar adalah peringatan (teramat keras)  agar segera menentukan pilihan tadi sebelum segalanya terhambat, sebelum segalanya porak-poranda sedang mimpi  ketiga  sebagai  isyarat  ia mesti memburu ilmu pengetahuan  demi kebenaran.
Descartes menjawab pertanyaan, “quad vitae sektabor iter” ; “Cogito Ergo Sum”--–“aku berpikir karena itu aku ada”.  Pertama, Descartes secara tegas  membedakan antara subyek (kepala, cogito, pikiran) dan dunia (hidup, sum, ada) yang dihubungkan oleh media ilmu pengetahuan (sebagai ergo) melalui aktivitas berpikir  sehingga jika tidak dipikirkan (“olehku”) dunia tidak  ada.   Kedua. bagi Descartes, “aku” adalah sesuatu yang berpikir diluar dunia sehari-hari sebab itu universal atau  subyek membutuhkan informasi tentang obyek agar ia bisa memikirnya—dalam term Cartesian, informasi tentang sesuatu berarti ilmu tentang sesuatu.  Ketiga, subyek yang berpikir(res cogitans) melihat obyek yang dipikirkan (res extensa, yang diluar) dari sebuah jarak (detachment) agar diperoleh hasil pengamatan yang obyektif, termasuk tentang dirinya sendiri: “jika aku tidak berpikir tentang diriku, aku tidak ada.” Analoginya;  benda-benda ruang angkasa tidak pernah akan ada jika Galileo Galilei tidak bisa memakai teropong untuk melihatnya; jasad renik seperti virus hanya ada jika kita melihatnya dengan mikroskop. Keempat, teropong di Galileo dan mikroskop di dokter adalah media yang menghubungkan obyek di satu pihak dengan (pikiran) subyek dipihak lain, sehingga tampa keberadaan instrument-instrument mnjadi mustahil menyertakan; (1) karena tidak ada informasi tentangnya, (pikiran) subyek sama sekali tidak bisa memasukkan obyek ke dalam system pengetahuannya.  (2) eksistensi obyek menjadi nihil karenanya,  Ilmu adalah hubungan informasi bagi pikiran agar bisa memikirkan obyek.
Ilmu adalah cahaya, tanpa ilmu semua menjadi tidak ada, luar biasa gelap. Dengan cara yang sama kita bisa merumuskan sendiri  kearifan jaman ini: “informasi adalah cahaya”. Yang kasat mata kasat pikir itulah  reasonable,  itu pula disebut benar.  Prinsip cogito ergo sum memberikan peluang  munculnya dominasi medium (dalam konteks Descartes berarti ilmu) sebab hanya melalui media, subjek dan objek bisa di pahami relasinya. Yang ditangkap subyek tidak lain adalah informasi (tentang obyek) melalui medium ilmu---Di sana ada surga masa silam yang (konon telah hilang dan) diciptakan kembali. Semua memantulkan sekaligus menjadi sumber  cahaya dan karena itu menjadi kasat mata, nyata, reasonable, dan karena itu  ia benar adanya : segala sesuatu yang bisa di tangkap melalui ilmu (cahaya) itulah yang bisa dipikirkan, itulah yang ada.

Bagian Pertama; Pembahasan Perihal Ilmu Pengetahuan
Hal paling merata di dunia adalah akal sehat atau nalar yang dimiliki semua manusia secara  alami.  Bahwa keanekaragaman pendapat timbul bukan karena manusia yang satu lebih bernalar dari pada yang lain melainkan  karena cara penalaran kita berbeda dan hal hal yang kita pertimbangkan tidak sama. Memiliki daya nalar yang baik tidaklah cukup ; yang lebih penting adalah mengggunakannya dengan baik. Orang  bernalar tinggi mampu melakukan hal-hal yang menakjubkan tetapi juga dapat melakukan hal-hal yang paling keji. Orang-orang yang langkahnya lamban asalkan mengikuti jalan yang benar dapat mencapai jarak yang lebih jauh daripada orang orang yang berlari namun menyimpang dari jalan yang benar.  Dalam hal ini saya mengikuti para filsuf bahwa; kelebihan atau kekurangan hanya menyangkut hal-hal sekunder dan sama sekali tidak terletak dalam substansi atau kodrat individu-individu dari jenis yang sama.
Bahwa seni berbicara memiliki kekuatan dan keindahan yang tiada bandingannya; bahwa puisi mengandung keindahan dan kelembutan mempesona;  matematika menghasilkan berbagai temuan yang pelik dan sangat berguna, baik untuk memuaskan orang yang ingin tahu maupun untuk memudahkan semua bidang kesenian dan mengurangi jerih payah manusia; tulisan-tulisan tentang moral mengandung berbagai ajaran dan imbauan akan keutamaan yang sangat berguna; teologi mengajarkan bagaimana mencapai akhirat; filsafat memberikan jalan untuk berbicara dengan cara yang masuk akal tentang segala hal dan membangkitkan kekaguman orang-orang yang kurang pintar; ilmu hukum dan kedokteran serta cabang-cabang ilmu lainnya melimpahkan kehormatan dan kekayaan kepada mereka yang menekuninya; Jadi baiklah mempelajari semua disiplin itu---yang paling tahayul dan palsu sekalipun---agar kita mengetahui nilai yang sesungguhnya dan terhindar dari kekeliruan.
Banyak manfaatnya mengenal adat-istiadat berbagai bangsa agar kita dapat menilai budaya kita sendiri secara lebih wajar dan menghindai  anggapan bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan kita adalah konyol atau berlawanan dengan nalar--- seperti anggapan orang-orang yang tidak pernah mengenal negeri lain. Namun terlalu banyak waktu  untuk berkelana seseorang akan menjadi asing di negeri sendiri dan bila seseorang terlalu asik mempelajari hal-hal yang menjadi kebisaan di masa lalu ia akan menjadi asing terhadap kebiasaan zamannya sendiri.
Saya dapat menemukan kebenaran yang lebih hakiki didalam penalaran setiap orang yang menghadapi masalahnya sendiri – sebab jika perhitungannya keliru ia akan menanggung akibat  sesudahnya—dari pada dalam penalaran seorang cendekiawan dari balik mejanya tentang spekulasi-spekulasi yang tidak membuahkan kenyataan; satu-satunya hasil yang diperolehnya hanyalah bahwa barangkali ia semakin angkuh sehingga makin kehilangan akal sehat karena harus menggunakan baik budi maupun muslihat untuk menjadikan spekulasinya tampak masuk akal. Dan saya sangat ingin belajar membedakan antara yang benar dan yang tidak benar supaya saya mempunyai pandangan yang jelas dalam melakukan tindakan saya dan mendapatkan kepastian dalam hidup.

Bagian Kedua; Kaidah-Kaidah Pokok Perihal Metode
Pengetahuan-pengetahuan yang terdapat dalam berbagai buku, paling tidak berbagai macam argumennya hanya didasarkan pada kemungkinan-kemungkinan tanpa pembuktian—yang ditulis dan dikembangkan berdasarkan pendapat beberapa orang yang berbeda—tidak lebih mendekati kebenaran daripada penalaran sederhana, yang dilakukan secara wajar oleh seseorang yang berakal sehat, mengenai hal-hal yang tampil didepannya.  Demikian pula saya merenungkan; bahwa pernah menjadi anak-anak sebelum menjadi manusia dewasa, dan kita terpaksa lama sekali dikuasai oleh ambisi-ambisi kita dan guru-guru kita, (keduanya seringkali bertentangan, dan bahwa mungkin tak satu pun diantaranya memberikan nasehat terbaik). Akibatnya hampir mustahil bahwa kemampuan berpikir kita akan semurni dan sekokoh sebagaimana kalau kita di lahirkan dan seandainya kita hanya berpedoman pada nalar kita saja.  Mengenai semua pendapat ini, tindakan terbaik yang dapat saya lakukan adalah mencabut akarnya sama sekali untuk selama-lamanya dengan tujuan untuk menggantikan dengan pendapat lain yang lebih baik ataupun dengan pendapat yang sama yang telah saya sesuaikan berdasarkan nalar saya. Saya yakin  dengan cara itu akan berhasil mengarahkan hidup saya jauh lebih baik dari pada jika saya membangunnya diatas landasan lama---yakni       apabila saya hanya bertumpu pada prinsip-prinsip yang telah saya serap dimasa muda tampa pernah saya periksa kebenarannya.
Dunia ini dibentuk dari dua macam orang yang tidak cocok satu sama lain. Pertama; mereka yang karena merasa dirinya lebih pandai daripada sebenarnya tidak mampu menahan diri agar tidak terlalu cepat menilai, atau tidak memiliki cukup kesabaran untuk mengatur segala pikiran mereka secara runtut. Akibatnya, seandainya mereka mempunyai peluang untuk meragukan prinsip-prinsip yang pernah mereka terima dan menyimpang dari jalan yang lazim, mereka tidak akan pernah mampu bertahan dijalur yang seharusnya mereka ambil untuk berjalan lebih lurus – dan akan tetap tersesat selama hidupnya. Kedua; mereka yang cukup bernalar atau rendah hati untuk menilai bahwa dirinya kurang mampu  dibanding dengan orang-orang yang mungkin telah mendidik mereka untuk membedakan yang benar dan yang salah.  Mereka cenderung lebih senang mengikuti pendapat orang-orang yang telah mendidik mereka itu dari pada mencari sendiri pendapat yang lebih baik.
Sebagai manusia yang berjalan sendirian dalam kegelapan, saya memutuskan untuk berjalan dengan begitu perlahan dan bertindak sangat hati-hati dalam segala hal sehingga meskipun saya hanya maju sedikit sekali paling tidak saya hanya jatuh terperosok. Bahkan saya tidak mau memulai dengan membuang sama sekali semua pendapat yang dulu telah berhasil menyelinap kedalam kepala saya tampa dikaji oleh nalar sebelum saya mempergunakan cukup waktu untuk menyusun rencana karya yang akan saya kerjakan dan mencoba metode yang benar untuk mencapai pengetahuan tentang segala hal yang dapat dijangkau oleh daya pikir saya.  Melalui empat prinsip berikut ini---sebagai suatu metode selain kelebihan dan kekurangannya--- saya dapat mengambil keputusan secara tegas tanpa sekalipun melanggarnya:
       Pertama, tidak pernah menerima apapun sebagai benar kecuali saya tidak mengetahuinya secara jelas bahwa itu memang benar; artinya menghindari secara hati-hati penyimpulan secara cepat dan prasangka dan tidak memasukkan apapun dalam pandangan saya kecuali yang tampil amat jelas dan gamblang didalam nalar saya, sehingga tidak akan ada kesempatan untuk meragukanya;
      Kedua, melihat satu per satu kesulitan yang akan saya telaah menjadi bagian-bagian kecil sebanyak mungkin atau sejumlah yang diperlukan untuk lebih memudahkan penyelesainnya;
     Ketiga,  berpikir secara runtut mulai dari obyek-obyek yang paling sederhana dan yang paling mudah dikenali lalu meningkat setahap demi setahap sampai kemasalah yang paling rumit dan bahkan dengan menata dalam urutan obyek-obyek yang secara alamiah tidak beraturan; 
     Terakhir, dimana-mana membuat perincian yang selengkap mungkin dan pemeriksaan yang demikian menyeluruh sampai saya yakin bahwa tidak ada yang terlupakan.
Rangkaian penalaran diatas—yang semuanya sederhana dan mudah, dan yang lajim digunakan para ahli geometri untuk mencapai pembuktian yang paling sulit—mungkinkan saya membayangkan bahwa segala hal yang mungkin menjadi pengetahuan manusia dapat diurutkan seperti itu asalkan kita menolak untuk menerima apa pun yang tidak benar sebagi benar dan kita selalu mempertahankan urutan yang seharusnya untuk menyusun masalah satu per satu.  Tidak ada hal yang begitu jauh sehingga tak mungkin kita capai ataupun begitu tersembunyinya sehingga tidak mungkin kita temukan.

Bagian Ketiga; Beberapa Kaidah Moral yang Disarankan atas Metode Kesangsian
Agar tidak ragu-ragu dalam bertindak sementara menurut nalar saya harus bersikap seperti itu dalam membuat penilaian dan agar pada tahap itu sedapat mungkin saya tetap hidup bahagia maka saya merumuskan kaidah moral terdiri dari tiga atau empat prinsip:
Pertama; berpedoman pada pendapat yang paling moderat dan paling jauh dari yang ekstrim yang dalam praktek diterima secara umum oleh orang-orang yang bijaksana. Mengikuti pendapat orang yang bijaksana dan menyesuaikan diri dengan pendapat  orang-orang yang merupakan lingkungan pergaulan saya. Untuk mengetahui pendapat mereka yang sesungguhnya saya harus lebih berpegang pada apa yang mereka lakukan daripada apa yang mereka katakan. Diantara beberapa pendapat yang sama-sama diterima secara umum saya memilih yang paling moderat bukan hanya karena yang paling mudah dilaksanakan dan kelihatanya paling baik—karena yang biasanya yang ekstrem cenderung jelek—tetapi juga agar saya tidak terlalu menyimpang dari jalan yang benar;
Kedua; bersikap setegas dan semantap mungkin dalam tindakan dan mengikuti pendapat yang paling meragukan secara sama mantapnya sebagaimana mengikuti pendapat yang sangat meyakinkan bila saya telah memutuskan untuk mengikutinya. Tatkala kita belum mampu membedakan pendapat yang paling benar kita harus mengikuti yang paling dapat diterima. Dan bahkan walaupun kita belum dapat melihat yang paling mungkin diantara beberapa pendapat  kita tetap harus menentukan pilihan yang harus kita anggap bukan lagi sebagai hal yang diragukan – jika kita hadapkan dengan kenyataan sesudahnya —melainkan sebagai sesuatu yang sangat benar dan meyakinkan, Karena pertimbangan yang membuat kita memutuskan demikian adalah benar;
Ketiga; selalu berusaha mengalahkan diri sendiri dari menunggu nasib; mengubah keinginan-keinginan sendiri, dan bukan merombak tatanan dunia; serta membiasakan diri  meyakini bahwa tidak ada suatupun yang berada  dibawah kekuasaan kita sepenuhnya kecuali pikiran kita.  Dengan berpedoman pada pepatah “mengusahakan yang terbaik dari keadaan yang tidak baik.” Inilah rahasia para guru kebijaksanaan yang berhasil membebaskan diri dari kekuasaan harta dan walaupun menderita serta miskin tetap saja mampu berbincang-bincang tentang kebahagiaan dengan dewa-dewa mereka. Sebab dengan terus menerus menggumuli batas-batas yang ditetapkan oleh alam  mereka menjadi sangat yakin bahwa tak suatu pun berada dibawah kekuasaan mereka kecuali pikiran mereka sendiri;
Akhirnya; menelaah berbagai kegiatan yang biasa dilakukan orang dalam hidup ini satu demi satu, supaya dapat memilih yang terbaik, Tanpa bermaksud membicarakan kegiatan orang lain.  Mengembangkan nalar seumur hidup dan meneruskan penelitian tentang kebenaran sejauh mungkin.

Descartes, Desacrtes, Rene. 2015. Diskursus dan Metode; Mencari Kebenaran dalam Ilmu-Ilmu Pengetahuan.  Yogyakarta: IRCiSoD








0 Response to "Makalah I Rene Descartes; Pemimpi yang Menjadi Bapak Filsafat Modern dan Bapak Matematika Modern."

Posting Komentar