Manusia hendaknya mempunyai semangat
tinggi dan berdisiplin-diri untuk menghadapi segala sesuatu. Pandai bersiasat
dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi. Nietszche[2]
Kemampuan negosiasai akan menunjukan
karakter anda sebagai pemimpin ataukah sebagai tokoh perdamaian. Muhammad Arsyad
A. Pendahuluan
Orang-orang bernegosiasi
sepanjang waktu. Bernegosiasi untuk memutuskan di mana akan
makan malam. Anak-anak bernegosiasi untuk memutuskan program televisi mana yang
akan ditonton. Para pebisnis bernegosiasi untuk membeli bahan-bahan dan menjual produk mereka. Para
pengacara bernegosiasi menyelesaikan pernyataan-pernyataan hukum sebelum pergi ke pengadilan.
Polisi bernegosiasi dengan para teroris untuk membebaskan para sandera.
Bangsa-bangsa bernegosiasi membuka perbatasan mereka untuk perdagangan bebas.
Negosiasi bukanlah sebuah proses yang disediakan hanya untuk diplomat yang
ahli, penjual barang ternama, atau pengacara yang bekerja untuk sebuah
pendekatan yang terorganisasi; ini adalah sesuatu yang setiap orang lakukan,
hampir setiap hari. Meskipun taruhannya tidak sedramatis persetujuan
perdamaian atau penggabungan perusahaan besar, setiap orang bernegosiasi;
terkadang orang-orang bernegosiasi untuk hal-hal yang penting seperti pekerjaan
baru, namun terkadang juga untuk hal-hal yang relatif kecil seperti siapa yang
akan mencuci piring.
Negosiasi
terjadi untuk beberapa alasan: (1) menyetujui bagaimana cara membagi sebuah sumber
yang terbatas, seperti tanah, atau properti, atau waktu; (2) menciptakan
sesuatu yang baru ketika kedua belah pihak akan melakukannya dengan
cara mereka sendiri, atau (3) menyelesaikan masalah atau perselisihan antara
kedua belah pihak. Terkadang orang-orang gagal untuk bernegosiasi karena mereka
tidak menyadari bahwa mereka berada dalam situasi negosiasi. Dengan memilih
pilihan-pilihan lain daripada negosiasi, mereka mungkin gagal untuk mencapai
tujuan mereka, mendapatkan apa yang mereka perlukan, atau mengatur
masalah-masalah sebaik yang mereka inginkan. Orang-orang mungkin juga menyadari
kebutuhan bernegosiasi, tetapi melakukannya dengan buruk karena mereka salah
memahami proses dan tidak memiliki keahlian negosiasi.
Negosiasi
adalah "bentuk pengambilan keputusan dua pihak atau lebih berbicara satu
sama lain dalam upaya untuk menyelesaikan kepentingan perdebatan mereka"
(Pruitt, 1981, hlm.xi). "Jantung
negosiasi" adalah proses memberi-dan-menerima yang digunakan untuk
mencapai kesepakatan. Sementara proses memberi-dan-menerima sangat penting,
negosiasi merupakan proses sosial yang sangat kompleks; banyak faktor penting
yang membentuk hasil negosiasi tidak terjadi selama negosiasi; mereka terjadi sebelum pihak-pihak yang ada melakukan
negosiasi, atau membentuk konteks di
sekitar negosiasi. Dalam beberapa bab pertama dari buku ini, kita akan
menguji mengapa orang bernegosiasi, sifat dasar negosiasi sebagai alat untuk
mengelola konflik, dan proses utama memberi-dan-menerima yang orang-orang coba
lakukan untuk mencapai kesepakatan.
Wawasan kita menjadi negosiator diambil dari
tiga sumber. Pertama adalah pengalaman kita sebagai negosiator diri kita
sendiri dan banyaknya negosiasi yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan kita
sendiri dan dalam kehidupan orang di seluruh dunia. Sumber kedua adalah
media—televisi, radio, koran, majalah, dan Internet—yang melaporkan negosiasi
aktual setiap hari. Sumber ketiga adalah kekayaan penelitian ilmu sosial
yang telah dilakukan pada beberapa aspek negosiasi. Penelitian ini telah
dilakukan selama lebih dari 50 tahun di bidang ekonomi, psikologi, ilmu
politik, komunikasi, hubungan perburuhan, hukum, sosiologi, dan antropologi.
Setiap disiplin mendekati negosiasi dengan cara berbeda. Seperti perumpamaan
tentang orang buta yang berusaha mendeskripsikan gajah dengan menyentuh dan
merasakan bagian-bagian yang berbeda dari hewan tersebut, masing-masing
disiplin ilmu sosial memiliki teori sendiri dan metode untuk mempelajari
unsur-unsur negosiasi, dan masing-masing cenderung menekankan beberapa bagian
dan mengabaikan yang lain. Dengan demikian, peristiwa dan hasil yang sama dari negosiasi dapat diperiksa
secara bersamaan dari beberapa perspektif yang berbeda.' Ketika berdiri
sendiri, masing-masing perspektif menjadi terbatas; dengan dikombinasikan, kita
mulai memahami dinamika yang kaya dan kompleks dari hewan yang menakjubkan ini.
Kita menarik gambaran dari semua tradisi penelitian dalam pendekatan kita
terhadap negosiasi.
B.
Karekteristik Situasi Negosiasi
Seperti yang kita
didefinisikan sebelumnya, negosiasi adalah
proses dua atau lebih pihak berusaha untuk menyelesaikan kepentingan mereka
yang bertentangan. Jadi, negosiasi adalah salah satu dari beberapa mekanisme ketika orang dapat menyelesaikan konflik. Situasi
negosiasi pada dasarnya memiliki karekteristik yang sama, apakah negosiasi
perdamaian antara negara-negara perang, negosiasi bisnis antara pembeli dan
penjual atau buruh dan manajemen, atau tamu yang marah mencoba untuk mengetahui
bagaimana mendapatkan air panas untuk mandi sebelum wawancara penting. Mereka
yang telah menulis secara ekstensif tentang negosiasi berpendapat bahwa
terdapat beberapa karekteristik umum untuk semua situasi negosiasi (Lewicky,
1992):
1. Terdapat dua atau lebih pihak—yaitu, dua atau
lebih individu, kelompok, atau organisasi. Meskipun orang dapat
"bernegosiasi" dengan diri mereka sendiri—seperti ketika seseorang berdebat apakah akan menghabiskan Sabtu sore
dengan belajar, bermain tenis, atau pergi ke pertandingan sepak bola—kita menganggap
negosiasi sebagai proses antara individu,
dalam kelompok, dan antara kelompok-kelompok.
2. Terdapat konflik kebutuhan dan keinginan
antara dua pihak atau lebih—yaitu, apa yang diinginkan adalah tidak selalu
menjadi keinginan orang lain—dan para pihak harus mencari cara untuk menyelesaikan konflik.
3. Para pihak bernegosiasi dengan pilihan! Artinya, mereka bernegosiasi
karena mereka berpikir mereka dapat mendapatkan kesepakatan yang lebih baik
dengan melakukan negosiasi daripada
sekadar menerima apakah sisi lain secara sukarela akan memberikan mereka atau membiarkan mereka miliki. Negosiasi sebagian
besar proses sukarela. Kita bernegosiasi karena kita berpikir kita dapat
meningkatkan pengeluaran atau hasil, dibandingkan dengantidak bernegosiasi atau
secara sederhana menerima apa yang pihak lain tawarkan. Ini adalah strategi
yang dilakukan dengan pilihan; jarang kita diminta untuk bernegosiasi. Ada saat
untuk bernegosiasi dan saat untuk tidak bernegosiasi. Pengalaman kita adalah
bahwa sebagian besar individu dalam budaya Barat tidak bernegosiasi cukup—yaitu,
kita asumsikan harga atau situasi tidak dapat dinegosiasikan dan tidak perlu
bertanya atau membuat tawaran kembali.
4. Ketika kita bernegosiasi, kita mengharapkan
proses "memberi dan menerima" yang mendasar untuk definisi sendiri.
Kita berharap bahwa kedua belah pihak akan memodifikasi atau mengubah pernyataan awal mereka,
permintaan, atau tuntutan. Meskipun mungkin pada awalnya kedua belah pihak berpendapat keras
untuk apa yang mereka inginkan—masingmasing mendorong pihak lain untuk
melakukan langkah pertama—pada akhirnya kedua belah pihak akan mengubah posisi awal mereka
dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan. Gerakan ini mungkin menuju ke posisi
"tengah" mereka, yang disebut kompromi. Negosiasi yang benar-benar
kreatif mungkin tidak memerlukan kompromi, bagaimanapun juga; sebaliknya pihak-pihak dapat menciptakan
solusi yang memenuhi tujuan semua pihak.
Tentu saja jika para pihak TIDAK menganggapnya negosiasi, maka mereka tidak
perlu berharap untuk mengubah posisi mereka dan terlibat dalam kegiatan memberi
dan menerima
Para pihak lebih suka
bernegosiasi dan mencari kesepakatan daripada melawan secara terbuka, satu sisi
mendominasi dan sisi lain menyerah, memutuskan kontak secara tetap, atau
membawa perselisihan mereka pada otoritas yang lebih tinggi untuk mengatasinya.
Negosiasi terjadi ketika pihak-pihak lebih memilih untuk menciptakan solusi
mereka sendiri demi menyelesaikan konflik, ketika tidak ada seperangkat aturan
atau prosedur yang tetap atau dibuat untuk menyelesaikan konflik, atau ketika
mereka memilih untutt mengabaikan aturan aturan tersebut. Organisasi dan sistem
menciptakan kebijakan dan prosedur untuk mengatasi dan mengelola prosedur
tersebut.
Negosiasi
yang berhasil melibatkan manajemen faktor
kasat mata (misalnya, harga atau ketentuan perjanjian) dan juga resolusi faktor tak kasat mata. Faktor tak kasat
mata adalah dasar motivasi psikologis yang mungkin memengaruhi pihak-pihak
selama negosiasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Beberapa contoh faktor
tak kasat mata adalah (a) kebutuhan untuk "menang," mengalahkan pihak
lain, atau mencegah kehilangan pada pihak lain (b) kebutuhan untuk terlihat
"baik," "kompeten," atau "kuat" untuk orang-orang
yang Anda wakili; (c) kebutuhan untuk mempertahankan prinsip penting atau
contoh dalam negosiasi, dan (d) kebutuhan untuk tampil "adil," atau
"terhormat" atau untuk melindungi reputasi seseorang, atau (e)
kebutuhan untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan pihak lain setelah
negosiasi selesai, terutama dengan menjaga kepercayaan dan mengurangi
ketidakpastian (Saorin-Iborra, 2006).[3] Faktor
tak kasat mata sering berakar pada nilainilai pribadi dan emosi. Faktor tak
kasat mata dapat memiliki pengaruh besar pada proses negosiasi dan basil;
hampir tidak mungkin untuk mengabaikannya karena hal-hal tersebut memengaruhi
penilaian kita tentang apa yang adil, atau benar, atau yang sesuai dalam resolusi faktor kasat
mata.
C.
Saling Ketergantungan
Salah satu karekteristik
kunci dari situasi negosiasi adalah bahwa pihak-pihak saling membutuhkan untuk
mencapai tujuan atau hasil yang mereka inginkan. Artinya, mereka harus saling berkoordinasi untuk
mencapai tujuan mereka sendiri, atau mereka memilih
untuk bekerja sama karena hasil yang mungkin dicapai akan lebih baik
daripada mereka bekerja sendiri.
Kebanyakan
hubungan antara pihak dapat dicirikan dalam salah satu dari tiga cara: mandiri,
tergantung, atau saling tergantung. Pihak yang mandiri dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa bantuan dan
dukungan dari orang lain; mereka dapat relatif terpisah, acuh tak acuh, dan
tidak terlibat dengan orang lain. Pihak yang tergantung harus mengandalkan orang lain untuk apa yang mereka
butuhkan; karena mereka memerlukan bantuan, kebajikan, atau kerja sama yang
lain, pihak yang tergantung harus menerima dan mengakomodasi keinginan penyedia
dan keistimewaan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang karyawan benar-benar
tergantung pada atasan untuk pekerjaan dan gaji, karyawan akan dengan baik
melakukan pekerjaan seperti yang diperintahkan dan menerima gaji yang
ditawarkan, atau pergi tanpa pekerjaan. Pihak yang saling tergantung, bagaimanapun, adalah ditandai oleh tujuan—pihak
saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan mereka. Misalnya, dalam
sebuah tim yang
ingin menjalankan program kerja, tidak
ada satu orang pun dapat menyelesaikan program kerja yang kompleks sendiri; batas waktu biasanya terlalu
pendek, dan tidak ada individu memiliki semua keterampilan atau pengetahuan
untuk menyelesaikannya. Bagi kelompok tersebut, untuk mencapai tujuannya,
setiap orang perlu bergantung pada anggota tim lainnya untuk menyumbangkan
waktu, pengetahuan, dan sumber daya serta untuk menyelaraskan upaya mereka.
Struktur
saling ketergantungan membentuk strategi dan taktik yang melibatkan negosiator.
Dalam situasi distributif para negosiator termotivasi untuk memenangkan
persaingan dan mengalahkan pihak lain atau untuk mendapatkan bagian terbesar
dari sumber daya tetap yang mereka dapat. Untuk tujuan pencapaian ini,
negosiator biasanya menggunakan strategi dan taktik menang-kalah. Pendekatan
untuk negosiasi distributif—disebut tawar-menawar distributif—menerima fakta bahwa hanya ada
satu pemenang yang diberikan situasi tersebut dan mengejar tindakan untuk
menjadi pemenang tersebut. Tujuan negosiasi adalah untuk mengklaim nilai—yaitu, untuk melakukan apa pun yang diperlukan
untuk mengklaim hadiah, atau
mendapatkan potongan sebesar mungkin (Lax dan Sebenius, 1986).
Sebaliknya,
dalam situasi integratif, negosiator harus menggunakan strategi dan taktik
menang-menang. Pendekatan terhadap negosiasi ini—disebut negosiasi integratifberupaya untuk mencari solusi, sehingga kedua
belah pihak dapat melakukannya dengan baik dan mencapai tujuan mereka. Tujuan
negosiasi adalah untuk menciptakan nilai—yaitu, untuk menemukan cara bagi semua
pihak untuk memenuhi tujuan mereka, baik dengan mengidentifikasi lebih banyak
sumber daya atau menemukan cara yang unik untuk berbagi dan mengoordinasikan penggunaan
sumber daya yang ada
antara lain:
1. Negosiator
harus mampu menyadari situasi-situasi yang membutuhkan lebih dari satu
pendekatan dibandingkan yang lain: situasi-situasi yang memerlukan strategi dan
taktik distributif secara dominan, dan situasi-situasi yang membutuhkan
strategi dan taktik integratif. Umumnya tawar-menawar distributif sesuai saat
waktu dan sumber terbatas, saat yang lain sepertinya bersaing, dan saat tidak
ada kemungkinan interaksi di masa depan dengan pihak yang lain. Setiap situasi
lainnya harus didekati dengan sebuah strategi integratif.
2. Negosiator
harus menjadi fleksibel dalam kenyamanan mereka dan menggunakan kedua
pendekatan strategi. Negosiator
tidak hanya harus mampu menyadari strategi mana yang sesuai, tetapi juga harus
mampu menggunakan kedua pendekatan dengan fleksibilitas yang sama. Tidak ada
cara tunggal yang "terbaik", "diinginkan", atau
"benar" untuk bernegosiasi; pilihan strategi negosiasi membutuhkan
adaptasi terhadap situasi,
3. Persepsi
negosiator terhadap situasi cenderung menjadi bias dalam melihat masalahmasalah
menjadi lebih kompetitif/distributif dari yang sebenarnya. Secara akurat menerima sifat alami saling
tergantung antarpihak penting bagi negosiasi yang sukses. Sayangnya, kebanyakan
negosiator tidak menerima situasi-situasi tersebut secara akurat. Orang-orang
membawa banyak hal ke dalam sebuah negosiasi: pengalaman di masa lalu,
kepribadian, suasana hati, kebiasaan, dan kepercayaan tentang bagaimana
bernegosiasi. Elemen-elemen ini secara dramatis membentuk cara bagaimana orangorang
menerima sebuah situasi saling tergantung, dan persepsi-persepi ini memiliki
efek yang kuat terhadap negosiasi berikut.
Kecenderungan
untuk para negosiator melihat dunia lebih kompetitif dan distributif dari
kenyataan sebenarnya, dan untuk mengurangi proses-proses menciptakan nilai yang
integratif, menyatakan bahwa banyak negosiasi memperoleh basil yang suboptimal.
Di sebagian besar tingkat dasar, koordinasi yang sukses saling ketergantungan
memiliki potensi untuk membawa sinergi, yang merupakan ide bahwa
"keseluruhan lebih besar daripada sebagian". Terdapat sejumlah contoh
sinergi. Di dunia bisnis, banyak penelitian dan kelompok pengembangan, usaha
dirancang untuk membawa bersama-sama para ahli dari industri, disiplin ilmu,
atau tujuan masalah yang berbeda-beda untuk meminimalkan potensial inovatif
mereka melampaui apa yang setiap perusahaan dapat lakukan secara perorangan.
Contohnya sejumlah teknologi baru di bidang kedokteran, komunikasi, komputer,
dan semacamnya. Industri kabel serat optik dirintis oleh para ahli penelitian
dari industri kaca dan para ahli dari pembuatan kabel dan sambungan listrik,
kelompok industri yang memiliki percakapan atau hubungan sebelumnya yang tidak
banyak. Jumlah yang luas dari peralatan medis dan teknologi telah dirintis
dalam hubungan kerja antara para ahli biologi dan para insinyur. Dalam situasi
ini, saling ketergantungan diciptakan antara dua pihak atau lebih, dan para
penciptanya yang secara sukses menerapkan keahlian dan meningkatkan potensi untuk penciptaan nilai
secara sukses.
Nilai
dapat diciptakan dengan banyak cara dan proses itu terletak pada eksploitasi
perbedaan-perbedaan yang ada di antara para negosiator (Lax dan Sebenius,
1986). Perbedaan kunci di antara para negosiator meliputi:
1.
Perbedaan minat. Para negosiator jarang menilai semua hal dalam
negosiasi sama. Contohnya, dalam mendiskusikan sebuah paket kompensasi,
perusahaan mungkin bersedia menyerah pada bonus yang besar daripada gaji karena
bonus terjadi hanya di tahun pertama, sedangkan gaji adalah pendapatan tetap.
Sebuah perusahaan periklanan mungkin cukup bersedia untuk menekuk pengendalian
kreatif sebuah proyek, tetapi sangat melindungi pengendalian tempat iklan.
Menemukan kecocokan dalam perbedaan minat sering kali menjadi kunci untuk
membuka teka-teki penciptaan nilai.
2.
Perbedaan penilaian tentang masa depan. Orang-orang berbeda dalam penilaiannya
terhadap yang berharga atau nilai masa depan sebuah barang. Misalnya, apakah
bagian dari daerah rawa merupakan satu investasi yang bagus atau buruk terhadap
pendapatan yang diperoleh dengan susah payah? Beberapa orang dapat membayangkan
rumah masa depan dan kolam renang, sedangkan yang lain akan memandang ini
sebagai masalah pengendalian investasi banjir. Para pembangun real estat
bekerja keras untuk mengidentifikasi barangbarang di mana mereka melihat masa
depan yang potensial yang gagal disadari oleh para pemilik baru.
3.
Perbedaan risiko toleransi. Orang-orang dapat menghadapi risiko dalam
jumlah yang berbeda. Keluarga muda, memiliki tiga anak, dan memiliki pendapatan
tunggal dapat menopang risiko yang lebih sedikit dari pasangan yang lebih
dewasa, tanpa anak, dan dengan penghasilan yang berasal dari keduanya.
Perusahaan dengan masalah aliran kas dapat mengambil risiko perluasan
operasional yang sedikit dibandingkan dengan yang memiliki kas lebih banyak.
4.
Perbedaan dalam pemilihan waktu. Negosiator berbeda dalam bagaimana waktu
memengaruhi mereka. Seorang negosiator mungkin ingin merealisasikan pendapatan
sekarang, sedangkan yang lain mungkin lebih suka menyimpan pendapatan untuk
masa depan; seseorang membutuhkan penyelesaian yang cepat, sedangkan yang lain
tidak membutuhkan perubahan apapun dalam status quo. Perbedaan dalam pemilihan
waktu memiliki potensi untuk menciptakan nilai dalam sebuah negosiasi.
Misalnya, seorang penjual mobil ingin membuat kesepakatan di akhir minggu agar
memenuhi syarat untuk mendapatkan bonus spesial dari perusahaan, sedangkan
pembeli yang potensial bermaksud untuk menjual mobilnya dalam "satu waktu
di enam bulan ke depan."
Singkatnya, saat nilai sering kali diciptakan
dengan mengeksploitasi kepentingan umum, perbedaan-perbedaan juga dapat muncul
sebagai dasar untuk menciptakan nilai. Jantung negosiasi menelusuri
kepentingan-kepentingan umum maupun yang berbeda secara individu untuk
menciptakan nilai ini dan menerapkan kepentingan tersebut sebagai dasar untuk
sebuah kesepakatan yang kuat dan bertahan lama. Perbedaan dapat dilihat sebagai
yang dapat diatasi, namun dalam hal tersebut berfungsi sebagai hambatan.
Hasilnya, negosiator juga harus belajar mengatur konflik secara efektif untuk
mengatur perbedaan-perbedaan mereka saat mencari cara untuk meminimalisasikan
nilai gabungan mereka.
D. Strategi
dan Taktik Tawar-menawar Distributif
Dalam situasi
tawar-menawar distributif, tujuan satu pihak biasanya bertentangan langsung
dengan tujuan pihak lain. Sumber daya bersifat tetap dan terbatas, dan kedua
belah pihak ingin memaksimalkan bagian dari hasil yang akan diperoleh. Salah
satu strategi penting adalah menjaga informasi secara hati-hati—negosiator
hanya boleh memberikan informasi ke pihak lain jika informasi tersebut
memberikan keuntungan strategis. Sementara itu, mendapatkan informasi dari
pihak lain untuk meningkatkan kekuatan negosiasi merupakan langkah yang baik.
Tawar-menawar distributif pada dasarnya adalah persaingan siapa yang akan
mendapatkan sumber daya terbatas yang paling banyak, sering kali berupa uang.
Kemampuan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan mereka akan bergantung pada
strategi dan taktik yang mereka gunakan (Walton dan Mckersie, 1965).
Bagi
kebanyakan, strategi dan taktik tawar-menawar distributif merupakan hal
terpenting dalam negosiasi. Citra yang sering muncul dalam proses negosiasi
adalah ruangan yang dipenuhi asap rokok yang riuh dengan orang-orang yang
mempertahankan pendapatnya. Banyak orang yang tertarik dengan pandangan
negosiasi ini dan mencari cara untuk belajar dan mempertajam keahlian
tawar-menawar; sebagian orang keluar dari tawar-menawar distributif dan lebih
suka menjauh bukannya bernegosiasi dengan cara ini. Mereka berpendapat bahwa
tawar-menawar distributif itu kuno, bersifat konfrontatif, dan destruktif.
Ada
tiga alasan mengapa negosiator harus mengenal tawar-menawar distributif.
Pertama, negosiator menghadapi situasi saling ketergantungan yang bersifat
distributif, dan agar berhasil dalam situasi tersebut mereka perlu memahami
bagaimana cara kerjanya. Kedua, karena banyak orang yang menggunakan strategi
dan taktik tawar-menawar distributif secara eksklusif, semua negosiator perlu
memahami bagaimana mengatasi efeknya. Ketiga, setiap negosiasi berpotensi
membutuhkan keahlian tawar-menawar distributif pada saat berada pada tahap
"mengklaim-nilai" (Lax dan Sebenius, 1986). Negosiasi integratif
berfokus pada cara-cara untuk menciptakan nilai, tetapi juga mencakup tahap
klaim, artinya nilai yang diciptakan terdistribusikan.
(Negosiasi integratif dibahas secara rinci di Bab 3.) Pemahaman strategi dan
taktik distributif sangat penting dan bermanfaat, namun negosiator perlu tahu
bahwa taktik ini juga dapat bersifat kontraproduktif, berisiko, dan mungkin
tidak akan membuahkan hasil. Taktik ini sering kali menyebabkan para pihak yang
bernegosiasi terlalu berfokus pada perbedaan, bukannya kesamaan yang mereka miliki
(Thompson dan Hrebec, 1996). Meski demikian, efek-efek negatif strategi dan
taktik tawar-menawar distributif ini bermanfaat ketika negosiator ingin
memaksimalkan nilai yang diperoleh dalam satu kesepakatan, ketika hubungan
dengan pihak lain tidak penting, dan ketika mereka berada pada tahap mengklaim
nilai dari negoisasi.
E.
Komitmen
Konsep kunci dalam
menciptakan posisi penawaran adalah komitmen. Definisi komitmen adalah
pengambilan posisi penawaran dengan beberapa perjanjian ekplisit atau implisit
berdasarkan tindakan dalam kondisi yang akan datang (Walton dan McKersie, 1965,
hlm. 82). Contohnya adalah agen olah raga yang berkata pada manajer umum sebuah
tim olahraga profesional. "Jika kami tidak mendapatkan gaji yang kami
inginkan, pemainku akan keluar tahun depan." Tindakan ini menunjukkan
posisi penawaran dan janji negosiator di masa depan jika posisi tersebut tidak
tercapai. Tujuan dari komitmen adalah untuk menghilangkan ambiguitas tentang
tujuan tindakan negosiator. Dengan membuat komitmen, seorang negosiator
menunjukkan tujuannya untuk mengambil tindakan ini, membuat keputusan ini, atau
meraih sasaran ini—negosiator tersebut berkata, "Jika Anda juga mencapai
target Anda, kita sepertinya akan terlibat dalam konflik langsung; salah satu
dari kita akan menang, atau tidak ada satu pun dari kita akan mencapai target
kita." Komitmen juga mengurangi pilihan pihak lain; mereka dirancang untuk
mendesak pihak lain kepada portofolio pilihan yang dikurangi.
Sebuah
komitmen sering ditafsirkan oleh pihak lain sebagai ancaman—jika pihak lain
tidak menyesuaikan atau mematuhinya, beberapa konsekuensi negatif akan terjadi.
Beberapa komitmen dapat merupakan ancaman, tetapi yang lainnya hanya berupa
pernyataan dari tindakan yang dimaksud yang meninggalkan tanggung jawab untuk
menghindari kerusakan mutual di tangan pihak lain. Bangsa yang menyatakan
secara umum bahwa bangsa tersebut akan menyerang bangsa lain dan bahwa perang
dapat dihindari hanya jika tidak ada bangsa lain yang mencoba menghentikan
tindakan tersebut adalah bangasa yang sedang membuat komitmen tegas dan
dramatis. Komitmen dapat juga melibatkan janji masa depan, seperti, "Jika
kami mendapatkan kenaikan gaji, kami bersedia bila titik lain ditengahi seperti
yang Anda minta."
Karena
pembawaannya, komitmen adalah pernyataan yang biasanya membutuhkan respons
dalam tindakan. Seorang negosiator yang menyatakan konsekuensi (misalnya,
pemain akan keluar tahun depan), dan kemudian gagal mendapatkan apa yang
diinginkannya dalam negosiasi, tidak akan dipercaya di waktu mendatang kecuali
jika is bertindak menurut konsekuensi (misalnya, pemain tidak melapor ke tempat
pelatihan). Terlebih lagi, seseorang akan kehilangan citra diri setelah tidak
mengikuti komitmen yang telah dibuat di depan umum. Ketika negosiator membuat
komitmen, maka, terdapat motivasi kuat untuk berpegang. Karena pihak lain
kemungkinan akan memahaminya, sebuah komitmen, sekali disetujui, sering kali
akan memiliki efek yang kuat terhadap apa yang dianggap mungkin oleh pihak lain
(Pruitt, 1981).
1. Pertimbangan Taktis
dalam Menggunakan Komitmen
Seperti banyak alat,
komitmen memiliki mata ganda. Mereka mungkin digunakan untuk meraih keuntungan
yang digambarkan sebelumnya, tetapi mereka mungkin juga memperbaiki seorang
negosiator ke posisi atau titik tertentu. Komitmen bertukar secara fleksibel untuk
kepastian tindakan, tetapi hal tersebut menimbulkan kesulitan jika salah satu
ingin pindah ke posisi yang baru. Misalnya saja, anggap setelah berkomitmen
pada diri Anda sendiri terhadap sebuah tindakan, Anda menemukan informasi
tambahan yang menunjukkan bahwa posisi yang berbeda diinginkan, seperti
informasi yang menunjukkan bahwa perkiraan awal Anda terhadap titik perlawanan
pihak lain salah dan bahwa terdapat rentang penawaran yang negatif. Bertukar
posisi mungkin diinginkan atau diperlukan setelah membuat komitmen. Untuk
alasan ini, ketika seseorang membuat komitmen, ia harus membuat rencana
kemungkinan untuk akhir yang memuaskan. Supaya komitmen awal efektif, rencana
kemungkinan harus bersifat rahasia. Misalnya, agen pemain mungkin telah
merencanakan untuk segera pensiun setelah pemenuhan negosiasi yang diharapkan.
Dengan memajukan masa pensiun, maka agen dapat membatalkan komitmen dan
meninggalkan negosiator yang baru tanpa memberikan beban. Pembeli sebuah
kondominium mungkin akan mundur dari komitmen untuk membeli dengan menemukan
retakan yang tidak diketahui dalam plaster ruang tamu atau tidak mampu
mendapatkan pendanaan dari bank.
Komitmen
mungkin akan berguna bagi Anda sebagai seorang negosiator, tetapi Anda akan
mendapatkan keuntungan untuk mencegah pihak lain dari komitmen. Lebih jauh,
jika pihak lain harus mengambil posisi yang berkomitmen, maka ini merupakan
keuntungan Anda untuk tetap membuka satu jalan atau lebih baginya agar dapat
keluar dari komitmen.
2.
Menetapkan Komitmen
Dengan pernyataan yang
kuat dan penuh semangat—beberapa di antaranya hanya gertakanyang dibuat selama
negosiasi, bagaimana seorang negosiator menetapkan bahwa sebuah pernyataan
adalah untuk dipahami sebagai komitmen? Pernyataan komitmen memiliki tiga
properti: keputusan tingkat tinggi, spesifikasi tingkat tinggi, dan
pernyataan konsekuensi yang jelas
(Walton dan McKewsie, 1965). Seorang pembeli dapat mengatakan, "Kami
membutuhkan diskon volume, atau akan muncul masalah." Pernyataan ini jauh
lebih lemah daripada "Kami harus mendapatkan diskon volume 10 persen dalam
kontrak berikutnya, atau kami akan bekerja sama dengan pemasok alternatif bulan
depan." Pernyataan yang kedua membicarakan kesimpulan (bagaimana dan kapan
diskon volume harus diberikan), spesifikasi (berapa besar diskon volume yang
diinginkan), dan sebuah pernyataan konsekuensi yang jelas (apa yang akan
terjadi jika diskon tidak diberikan).
Tips Negosiasi Gaji
Myron Liebschutz menulis dalam the Wall Street Journal, menawarkan tips sukses berikut ketika
pelamar kerja harus melakukan negosiasi gaji dengan seorang majikan yang
prospektif:
·
Menunda diskusi
kompensasi sampai pada akhirnya Anda ditawari pekerjaan tersebut
·
Setelah majikan
menawarkan pekerjaan dan menyebutkan nilai gaji, tetaplah diam sampai sekitar
30 detik. Dengan tetap diam, Anda membuat orang tersebut untuk menyebutkan
angka yang lebih tinggi atau membicarakan tleksibilitas. Kemudian negosiasi
dapat dimulai.
·
Jangan segera
mengomentari gaji yang ditawarkan. Sebaliknya, pastikan kembali beberapa aspek
lain dalam tanggung jawab pekerjaan, dan pastikan kembali di mana dan bagaimana
Anda yakin bahwa Anda akan memberi keuntungan terhadap organisasi.
·
Lalu, katakan bahwa
tawaran sedikit konservatif, walaupun posisinya masih sangat menarik. Katakan
Anda akan mempertimbangkannya dan membicarakannya kembali esok hari.
·
Jangan membahas
keuntungan sebelum gaji. Dapatkan persetujuan gaji dahulu, lalu diskusikan
keuntungan yang menyertai.
·
Berharti-hatilah terhadap
negosiasi berlebihan. Meminta terlalu banyak, bahkan jika Anda mendapatkannya, mungkin akan menyebabkan Anda
tidak disukai dan menjauhkan Anda dari tinjauan gaji selanjutnya.
·
Apa pun tawaran tersebut,
Jangan menerimanya di tempat. Tuniukkan minat, tetapi mintalah satu hari untuk
mempertimbangkannya. Pekerjaan tidak akan menjauh, dan majikan mungkin akan
datang dengan penawaran yang lebih baik dengan waktu tambahan yang diberikan
untuk mencapai persetujuan.
·
lika perusahaan tidak
dapat memenuhi permintaan gaji tahunan Anda, carilah pilihan lain seperti
bonus, libur panjang, penghargaan uang spesifik untuk pencapaian kineria.
Biasanya, terdapat sedikit ruang untuk negosiasi ketika Anda melamar pekerjaan
level rendah, ketika perusahaan merupakan birokrasi tinggi, atau ketika pasokan
tenaga kerja melebihi permintaan. Terdapat lebih banyak kesempatan untuk
bernegosiasi ketika Anda melamar posisi yang baru atau tingkat tinggi, dan
ketika Anda memiliki banyak kemampuan atau unik.[4]
Pernyataan Publik Potensi pernyataan komitmen meningkat ketika
semakin banyak orang yang mengetahuinya. Pernyataan organisasi olahraga tentang
keluar di sebuah musim akan menimbulkan pengaruh yang berbeda jika dibuat
selama siaran olahraga di televisi daripada hanya jika dibuat pada meja
penawaran. Beberapa pihak dalam negosiasi telah membuat konferensi pers atau
memasang iklan dalam surat kabar atau publikasi lainnya yang menyatakan apa
yang mereka ingin dan apa yang akan dan tidak akan terjadi jika mereka tidak
mendapatkannya. Dalam setiap situasi ini, semakin banyak orang yang
mengetahuinya.
Menghubungkan dengan Basis Luar Cara lain untuk memperkuat sebuah komitmen
adalah dengan menghubungkan dengan satu atau dua sekutu. Pekerja yang tidak puas dengan manajemen dapat
membentuk sebuah komite untuk menunjukkan kekhawatiran mereka. Asosiasi
industri dapat bergabung untuk menetapkan standar produk. Variasi proses ini
terjadi ketika negosiator menciptakan kondisi yang membuat keadaan tersebut
lebih sulit bagi mereka untuk mematahkan komitmen yang telah mereka buat.
Misalnya, dengan mendorong penjajah yang berdedikasi untuk menetap di tepi
barat dekat Jerusalem, pemerintah Israel membuatnya lebih sulit bagi Israel
untuk memberikan tanah ini kepada penduduk Palestina, sebuah titik yang sejak
awal ingin diperkuat oleh orang Israel.
Meningkatkan Kepentingan Permintaan Banyak hal dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepentingan pernyataan komitmen. Jika kebanyakan tawaran dan konsesi dibuat
secara oral, maka mencatat pernyataan mungkin menarik perhatian terhadap
komitmen tersebut. Jika pernyataan sebelumnya telah dicatat, maka menggunakan huruf
dengan ukuran atau warna yang berbeda akan menarik perhatian kepada yang baru.
Pengulangan adalah salah satu media yang berpengaruh untuk membuat sebuah
pernyataan menjadi penting. Menggunakan saluran kornunikasi yang berbeda untuk
menyampaikan sebuah komitmen membuat maksud tersebut dengan kuat—misalnya,
memberitahu pihak lain mengenai sebuah komitmen; lalu menyerahkan pernyataan
tertulis; lalu membacakan pernyataan; kemudian menyampaikan komitmen kepada
yang lain.
Memperkuat Ancaman atau Janji Ketika membuat sebuah ancaman, terdapat bahaya
dari bergerak terlalu jauh—menyatakan suatu maksud dengan sangat kuat akan
membuat Anda terlihat lemah atau bodoh daripada mengancam. Pernyataan seperti
"Jika saya tidak mendapatkan konsesi pada titik ini, maka Anda tidak akan
ada dalam bisnis ini lagi!" sepertinya akan ditanggapi dengan jengkel atau
penolakan daripada kepedulian atau kepatuhan. Lebih lanjut, pernyataan rinci
yang berlebihan akan menghilangkan kredibilitas. Sebaliknya, pernyataan
permintaan, kondisi, dan konsekuensi yang sederhana dan lugas bersifat lebih
efektif.
Beberapa
hal dapat dilakukan untuk memperkuat ancaman implisit atau eksplisit dalam
sebuah komitmen. Salah satunya adalah dengan meninjau situasi serupa dan
konsekuensinya; Sara lainnya adalah untuk membuat persiapan yang jelas untuk
menjalani ancaman. Menghaaapi kemungkinan pemogokan, perusahaan membangun
inventarisnya dan memindahkan pondok dan makanan ke dalam pabrik mereka;
persatuan mengumpulkan dana pemogokan dan menyarankan pada anggotanya mengenai
cara mengatasi pendapatan yang kecil jika pemogokan harus terjadi. Jalan yang
lain adalah untuk menciptakan dan mengatasi ancaman kecil di waktu mendatang,
sehingga membuat pihak lain meyakini
3.
Mencegah Pihak Lain dari Prematurnya Komitmen
Semua keuntungan dari
posisi yang berkomitmen bekerja terhadap seorang negosiator ketika pihak lain
berkomitmen, maka penting untuk mencoba mencegah pihak lain untuk berkomitmen.
Orang sering mengambil posisi berkomitmen ketika mereka merasa marah atau merasa
tertekan sampai batas; komitmen-komitmen ini sering tidak terencana dan dapat
merugikan kedua belah pihak. Akibatnya, negosiator harus benar-benar
memerhatikan sejauh mana pihak lain merasa terganggu, marah, dan kehilangan
kesabaran.
Komitmen
yang baik, kuat, dan tenang memakan waktu untuk dibuat, alasan-alasannya sudah
dibahas. Satu cara untuk mencegah pihak lain membuat posisi berkomitmen adalah
dengan menolaknya pada waktu yang diperlukan. Dalam perjanjian real estat saat
pilihan hampir habis, penjual mungkin menggunakan waktu dengan bepergian atau
meminta pemeriksaan perilaku dan batas-batas yang berkelanjutan, sehingga
menolak waktu dari pembeli potensial untuk membuat sebuah tawaran pada saat
batas waktu tiba dan pada akhirnya membiarkan pembeli lain yang bersedia
membayar lebih untuk terlibat dalam negosiasi. Pendekatan lainnya untuk
mencegah pihak lain mengambil posisi berkomitmen adalah dengan mengacuhkan atau
mengecilkan ancaman dengan tidak mengetahui komitmen pihak lain, atau bahkan
dengan membuat lelucon mengenainya. Seorang negosiator mungkin akan berkata,
"Anda tidak benar-benar bermaksud demilcian," atau "Saya tahu
Anda tidak benar-benar serius untuk melakukannya," atau langsung
melanjutkan negosiasi seolah-olah tidak mendengar atau memahami pernyataan
komitmen. Jika negosiator dapat berpura-pura tidak mendengar pernyataan pihak
lain atau tidak menganggapnya signifikan, pernyataan dapat diabaikan pada titik
selanjutnya tanpa menimbulkan konsekuensi yang akan terjadi jika pernyataan
tersebut ditanggapi dengan serius. Walaupun negosiator yang lain masih dapat
mengatasi ancaman, keyakinan bahwa ancaman tersebut dapat diatasi mungkin
berkurang.
Bagaimanapun,
terdapat waktu untuk
negosiator memiliki
keuntungan saat pihak lain berkomitmen. Ketika pihak lain mengambil sebuah
posisi yang relatif awal pada sebuah isu dalam negosiasi, hal ini mungkin
menjadi keuntungan besar bagi negosiator untuk memastikan posisi tersebut,
sehingga tidak akan berubah saat negosiasi isu lain berkembang. Seorang negosiator
mungkin mengatasi situasi ini dengan satu dari dua cara: dengan mengidentifikasi kepentingan komitmen ketika
dibuat atau dengan mencatat dan menjaga jalannya pernyataan pihak lain. Seorang
karyawan mungkin sangat kecewa mengenai cara untuk menangani masalah tertentu,
tetapi juga mungkin akan berkata bahwa Ia tidak akan merasa kecewa untuk
mengundurkan diri. Manajer dapat berfokus pada titik ini, yaitu saat keputusan
dibuat atau kemudian dirujuk jika karyawan tidak juga tenang. Kedua tindakan
dirancang untuk mencegah karyawan membuat keputusan yang terburu-buru saat
marah, dan mungkin menciptakan periode penenangan sebelum melanjutkan diskusi.
4.
Menemukan Cara untuk Meninggalkan Posisi Berkomitmen
Negosiator sering kali
ingin mengeluarkan pihak lain dari posisi berkomitmen, dan sering kali pihak
tersebut juga menginginkan jalan keluar dengan cara; pertama, Rencanakan Jalan Keluar Satu metode telah dicatat: ketika membuat
komitmen, negosiator harus bersama-sama merencanakan jalan keluar tersendiri.
Negosiator dapat juga mengucapkan kembali sebuah komitmen untuk menunjukkan
bahwa kondisi telah berubah. Terkadang informasi yang diberikan oleh pihak lain
selama negosiasi dapat membuat negosiator berkata, "Dengan mempelajari apa
yang saya dapat dari Anda selama diskusi ini, saya melihat bahwa saya perlu
berpikir ulang mengenai posisi saya sebelumnya." Hal yang sama dapat
dilakukan untuk pihak lain. Negosiator yang ingin membuat kemunglcinan agar
pihak lain meninggalkan posisi berkomitmen tanpa kehilangan kredibilitas,
mungkin berkata, "Dengan apa yang telah saya katakan pada Anda mengenai situasi ini
[atau dengan informasi baru saya yakin Anda akan lihat bahwa posisi Anda sebelumnya
tidak lagi Anda pegang." Tidak ada gunanya mengatakan, hal terakhir yang
ingin dilakukan negosiator adalah untuk mempermalukan pihak lain atau untuk
membuat pernyataan yang menghakimi mengenai pertukaran posisi; sebaliknya,
pihak lain harus diberi setiap kesempatan untuk mundur dengan kehormatan dan
tanpa kehilangan muka.
Kedua, Biarkan Mati dengan Diam-diam Cara kedua untuk meninggalkan komitmen adalah
dengan membiarkan masalah mati secara perlahan. Setelah waktu berjalan,
negosiator dapat membuat proposal baru mengenai komitmen tanpa menyebutkan yang
sebelumnya. Variasi dari proses ini adalah untuk membuat langkah sementara
dalam sebuah arah yang sebelumnya tidak termasuk dalam komitmen pihak lain.
Misalnya, seorang karyawan yang telah mengatakan bahwa Ia tidak akan pernah
menerima penunjukan tugas tertentu mungkin akan diminta untuk mempertilhbangkan
keuntungan bagi kariernya dari penempatan "sementara" dalam pekerjaan
tersebut. Dalam institusi birokrat, perubahan dapat dikenal sebagai
"percobaan inovatif" untuk melihat apakah mereka bekerja sebelum
diadopsi secara resmi. Jika pihak lain dalam menanggapi kedua variasi ini
menunjukkan sikap diam atau komentar verbal berupa kesediaan untuk membiarkan
semua bergerak dalam arah tersebut, maka negosiasi dapat langsung menuju
perkembangan.
F. Persepsi,
Kognisi, dan Emosi
Persepsi, kognisi, dan emosi
merupakan pembangun dasar dari semua pengalaman sosial, termasuk negosiasi,
dalam hal tindakan sosial kita dipandu oleh cara kita memandang, menganalisis,
dan merasa tentang pihak lain, situasi, dan minat serta posisi kita sendiri.
Pengetahuan mengenai cara manusia melihat dunia di sekitarnya, mengolah
informasi, dan mengalami emosi, penting untuk memahami mengapa orang bersikap
seperti itu dalam negosiasi.
Persepsi psikologis berkaitan dengan proses
negosiasi, dengan perhatian tertentu terhadap bentuk-bentuk distorsi persepsi
yang dapat menyebakkan masalah terhadap pemahaman dan pembuatan makna untuk
negosiator. Kita kemudian melihat kepada bagaimana negosiator menggunakan
informasi untuk membuat keputusan mengenai taktik dan strategi—proses kognisi.
Negosiator
melakukan pendekatan di setiap situasi dengan dipandu oleh persepsi mereka atas
situasi masa lalu dan sikap serta sifat masa sekarang. Harapan mereka terhadap
tindakan pihak lain di masa mendatang dan hasil berikutnya didasari sejumlah
besar informasi yang didapatkan melalui pengalaman langsung atau observasi. Persepsi adalah proses ketika individu terhubung dengan lingkungan mereka.
Di sini, kita tertarik pada persepsi yang menghubungkan seseorang dengan
lingkungan sosial, seperti pengalaman negosiasi. Banyak hal memengaruhi cara
seseorang memahami dan menetapkan arti untuk pesan dan peristiwa, termasuk
keadaan pikiran, peran, dan pemahaman komunikasi sebelumnya dari perseptor
tersebut.' Dalam negosiasi, target adalah untuk dicapai dan diinterpretasikan
dengan akurasi terhadap apa yang dikatakan dan dimaksud oleh pihak lain. Dalam
melakukannya, juga tergantung pada persepsi pihak lain terhadap situasi seperti
disposisi perilaku pihak lain tersebut. Kita sekarang membahas secara lebih
rinci bagaimana persepsi dibuat dan bagaimana persepsi memengaruhi apa yang
terjadi dalam negosiasi.
Persepsi
merupakan usaha fisik dan psikologis yang rumit. Hal ini didefinisikan sebagai
"proses penyaringan, pemilihan, dan penafsiran stimulan, sehingga mereka
memiliki makna untuk perorangan" (Steers, 1984, hlm. 98). Persepsi adalah
proses "pembuatan rasa"; orangorang menafsirkan lingkungan mereka,
sehingga mereka dapat merespons dengan tepat. Biasanya,
lingkungan bersifat kompleks—lingkungan tersebut mewakili sejumlah besar
varietas stimulan, masing-masing dengan sifat yang berbeda, seperti besaran,
warna, bentuk, tekstur, dan hal baru yang bersifat relatif. Kompleksitas ini
membuat lingkungan tersebut tidak mungkin untuk mengolah semua informasi yang
ada, maka sebagai perseptor kita menjadi selektif, mendengarkan beberapa
stimulan saat mengabaikan yang lainnya. Persepsi selektif ini terjadi melalui
sejumlah "jalan pintas" persepsi, yang mengizinkan kita untuk
mengolah informasi dengan lebih siap. Sayangnya, efisiensi persepsi yang
dihasilkan mungkin mengesampingkan akurasi. Selanjutnya kita beralih pada
bentuk-bentuk distorsi persepsi yang relevan, terutama untuk negosiasi.
1.
Pembingkaian
Isu kunci dalam persepsi
dan negosiasi adalah pembingkaian. Bingkai adalah mekanisme subjektif—orang mengevaluasi dan memahami situasi,
membuat mereka meraih atau menghindari tindakan lebih lanjut (Bateson, 1972;
Goffman, 1974). Pembingkaian membantu menjelaskan "bagaimana para penawar
memahami serangkaian kejadian yang sedang terjadi dalam informasi pengalaman
masa lalu"; pembingkaian dan pembingkaian kembali, bersama dengan evaluasi
terhadap informasi dan posisi, "terikat dengan pengolahan informasi, pola
pesan, isyarat linguistik, dan arti-arti yang terbentuk secara sosial"
(Putnam dan Holmer, 1992). Pembingkaian adalah mengenai fokus, membentuk, dan
mengatur dunia di sekitar kita. Hal tersebut berhubungan dengan memahami
kenyataan kompleks dan menetapkannya dalam hal yang berarti. Pembingkaian,
singkatnya, mengartikan seseorang, kejadian, atau proses dan memisahkannya dari
dunia kompleks di sekitarnya (Buechler, 2000).
Pembingkaian
adalah konsep yang populer di antara para ahli sosial yang mempelajari proses
kognitif, pembuatan keputusan, persuasi, dan komunikasi. Kepentingan dari
pembingkaian pokok-pokok dari fakta bahwa dua orang atau lebih yang terlibat
dalam situasi yang sama atau dalam masalah yang kompleks sering melihatnya atau
mengartikannya dalam cara yang berbeda (Thompson, 1998). Misalnya, dua orang
berjalan menuju sebuah ruangan yang dipenuhi orang dan melihat hal yang
berbeda: satu orang (terbuka) melihatnya sebagai pesta yang hebat; yang lain
(tertutup) melihatnya sebagai kerumunan yang menakutkan dan mengintimidasi.
Karena orang memiliki latar belakang, pengalaman, ekspektasi, dan kebutuhan
yang berbeda, mereka mengelompokkan orang, kejadian, dan proses dengan berbeda.
Terlebih lagi, pembingkaian ini dapat berubah bergantung pada perspektif, atau
mereka dapat berubah sepanjang waktu. Apa yang dimulai sebagai permainan tag (menandai) di antara dua anak
laki-laki mungkin berubah menjadi perkelahian. Pemain belakang dalam football adalah "pahlawan"
ketika dia mencetak sebuah gol, tetapi menjadi "payah" saat
lemparannya ditangkap.
Pembingkaian
bersifat penting dalam negosiasi karena konflik sering kali tidak jelas dan
terbuka terhadap interpretasi yang berbeda sebagai akibat dari perbedaan latar
belakang, perjalanan pribadi, dan pengalaman masa lalu seseorang (Roth dan
Sheppard, 1995). Bingkai adalah cara dalam memberi label interpretasi situasi
individu yang berbeda ini. Pakar teori manajemen awal Mary Parker Follet (1942;
Kolb 1995), yang merupakan satu di antara yang menulis negosiasi integratif,
mengobservasi bahwa pihak-pihak yang sampai pada kesepakatan gabungan mencapai
persatuan "tidak dengan menyerah [kompromi] tetapi Vari keinginan
masing-masing pihak dalam satu area visi"' (Follet, 1942). Walaupun is
tidak menggunakan istilah tersebut, Follet menggambarkan bagaimana bingkai
muncul dan berpusat saat pihak-pihak berbicara mengenai preferensi dan
prioritas; mereka mengizinkan partai-partai tersebut untuk mulai mengembangkan
definisi umum dari isu yang terkait dengan situasi dan proses untuk memecahkan
isu tersebut .
2. Jenis-jenis Bingkai
Beberapa peneliti telah
mempelajari jenis-jenis bingkai yang berbeda dalam konteks yang berbeda.
Melanjutkan pekerjaan pembingkaian yang panjang dalam area konflik lingkungan (Gray, 1997; Gray dan donellon, 1989; Lewicki,
Gray, dan Elliot, 2003), kami menawarkan contoh-contoh bingkai berikut yang
digunakan pihak-pihak dalam konflik:
1.
Subtantif—konflik yang muncul berkaitan dengan apa. Pihak-pihak
yang menggunakan bingkai substantif memiliki disposisi tertentu mengenai isu
kunci atau kepedulian terhadap konflik.
3. Hasil—predisposisi pihak untuk mencapai basil
spesifik atau hasil dari negosiasi. Berdasarkan tingkat bahwa seorang
negosiator memiliki hasil spesifik yang ingin dicapainya, bingkai dominan mungkin
akan berfokus pada semua strategi, taktik, dan komunikasi untuk mendapatkan
hasil tersebut. Pihak-pihak dengan bingkai basil yang kuat yang menekankan
minat diri dan menurunkan kepedulian untuk pihak lain kemungkinan besar akan
sangat terlibat dalam negosiasi distributif (menang-kalah atau kalah-kalah)
daripada tipe negosiasi lainnya.
4. Aspirasi—predisposisi
terhadap pemuasan minat
yang luas atau kebutuhan dalam negosiasi. Daripada fokus terhadap hasil
spesifik, negosiator mencoba meyakinkan bahwa minat dasar, kebutuhan, dan
kekhawatirannya terpenuhi. Pihak-pihak yang memiliki bingkai aspirasi kuat
kemungkinan besar sangat terlibat dalam negosiasi integratif (menang-menang)
daripada tipe lainnya.
5. Proses—bagaimana
pihak-pihak bertindak
untuk menyelesaikan masalah. Negosiator yang memiliki bingkai proses yang kuat
kurang peduli terhadap isu negosiasi spesifik, tetapi lebih peduli terhadap
bagaimana perembukan dijalani, atau bagaimana konflik harus diatur. Ketika
kepedulian utama bersifat prosedural daripada substantif, bingkai proses akan
sangat kuat.
6. Identitas—bagaimana pihak-pihak mengartikan
"siapa mereka." Pihak-pihak merupakan anggota dari kelompok sosial
yang berbeda—jenis kelamin (pria), agama (Katolik Roma), asal etnik (Italia),
tempat kelahiran (Brooklyn), tempat tinggal sekarang (London), dan semacamnya.
Hanya terdapat beberapa kategori dari sekian banyak yang dapat digunakan orang
untuk membentuk bingkai identitas yang mengartikan diri mereka dan membedakan
mereka dari orang lain.
7. Karakterisasi—bagaimana
pihak-pihak mengartikan
pihak lain. Bingkai karakterisasi dapat dibentuk dengan jelas oleh pengalaman
dengan pihak lain, dengan informasi mengenai sejarah atau reputasi pihak lain,
atau dengan cara bagaimana awalnya pihak lain datang dalam pengalaman negosiasi.
Dalam konflik, bingkai identitas (diri) cenderung positif; bingkai
karakterisasi (orang lain) cenderung negatif.
8. Kalah-menang—bagaimana
pihak-pihak mengartikan
risiko atau penghargaan yang terkait dengan basil tertentu. Misalnya, seorang
pembeli dalam negosiasi penjualan dapat memandang transaksi dalam kondisi kalah
(biaya keuangan pembelian) atau kondisi menang (nilai barang).
Arsyad Die Linke
Daftar Pustaka:
Bateson, B. 1972. Steps
to an Ecology of Mind. New York: Ballantine Books
Buechler, S. M.
2000. Social movements in advanced
capitalism. New York: Oxford University Press
Follet, M. P.
1942. Constructive Conflict. Dalam H.
C. Metcalf & L. Urwick (Ed), Dynamic
adminictration: The cillectted papers of Mary
Parker Follett (hlm. 30-49). New York: Harper & Brother
Goffman, 1974. Frame
anlisys. New York: Harper & Row
Lax, D &
Sebenius, J. 1986. The manager ac
negotiator: Barganing for cooeporation and competitive gain. New York: Free
Press
Lewicki, R. J.
1992. Negotiating Strategically.
Dalam A. Marcus (Ed.) The Portable MBA in
Managemen (hlm. 147-89. New York: John Wiley and Sons.
Lewicki J. Ror & Dkk.
2012. Negosiasi. Jakarta: Salemba
Humanika
Pruit, D. G.
1981. Negotiation Behavior. New York:
Akademic Pres
Putnam, L. L
& Holmer, M. 1992. Framing, reframing
and issue defelompent. Dalam L. Puntnam &
M. Roloff (Ed.)
Communication and neegotiation (hlm. 128-55) Newbury Park, CA: Sabe
Thomspson, L
& Hrebec, D. 1996. Lose-lose
agrements in interdependent decision making. Psychological Bulletin, 120,
396-409
Walton, R. E
& McKersie, R. B. 1965. A. Behavioral
theory of labor negotiations: An analisis of a social interaction sistem. New
York.: McGrawHil
[1] Disampaikan dalam Latihan
Kepemimpinan Ikatan Alumni SMA Negeri I Takabonerate Kab. Kep. Selayar tanggal
31 Oktober 2015 Di Tanjung Bayang—Pondok Wahyu Makassar
[3] A refiuw of negotistion
outcome: A proposal delimitation and subsecuent assesment in join venture
negotiaton. Canadian journal of
Administrative Science, 23 (3). 237-52)
[4] Diadaptasi dari Myron Leibschutz, "Negotiating the Best Deal requires a
Poker Strategy," The Wall Street Journal, 8 Juni 1997, hlm. Bl.
0 Response to "SENI NEGOSIASI"
Posting Komentar